Pages

Rabu, 27 Agustus 2014

Perjalanan Menjadi Penulis

       
Diterimanya naskah gue oleh penerbit tidak terjadi begitu saja. Sebelumnya gue harus berusaha, memang nggak sampai mati-matian, tapi setidaknya usaha gue bisa dibilang lumayan keras.
Bermula dari seringnya gue beli buku-buku komedi, gue jadi berjanji pada diri sendiri, di depan rak-rak buku di toko buku, gue berucap dalam hati, “Nanti… buku gue harus ada di sana!” Siang-Malam gue pun menulis. Ditemani satu cangkir kopi sachetan dan imajinasi, jari tangan gue lincah menari di atas keyboard. Bahkan, yang gak pernah gue lupa, adalah ketika penulisan naskah itu bertepatan dengan OSN Biologi. Gue harus memilih mau jadi penulis atau belajar biologi? Gue pilih jadi penulis. Selain karena gue gak terlalu bisa biologi, passion gue juga menulis.
               
Dalam belajar hal-hal lain seperti berhitung, gue cepet banget bosen. Palingan gue belajar kalau pas ulangan, ada tanya jawab atau ada PR. Selain itu gue males untuk sekadar membukanya. Tapi, lain dengan menulis. Meski mata ini sudah sakit menatap layar monitor, dan punggung pun sudah nyeri akibat kelamaan duduk, gue tetep menikmati. Itu semua karena emang passion gue menulis. Asal kalian tahu, Passion adalah sesuatu yang sangat nyaman kita lakukan berulang kali. Kita tidak akan pernah bosan bila melakukannya, sebaliknya kita akan bosan bila tidak melakukannya.
 Setelah buku gue diterima penerbit, gue cerita ke teman-teman, kebanyakan dari mereka akan bilang, “Wah, asyik dong jadi penulis” setelah gue bilang buku kita bakal ada di Gramedia dan kita juga akan dapat honor jutaan. Gue yakin yang ada di pikiran mereka adalah honor dan terkenal. Mungkin satu dari mereka nantinya akan ada yang jadi penulis. Tapi, mulai sekarang gue bilang, menulis itu passion, bukan IKUT-IKUTAN. Biasanya seseorang yang ikut-ikutan akan cepat bosan atau nyerah ketika naskahnya ditolak, tapi, bila passion kita itu menulis. Kita gak akan pernah nyerah untuk menulis meski nantinya naskah kita ditolak penerbit. Karena sejatinya yang dibutuhkan bukan menerbitkan buku, tapi, menulis. Kalo orang yang passionnya menulis, kesenangan hidup mereka didapat dari menulis.

Kenapa bisa suka nulis sih? Kan capek? Kayak gak ada kerjaan aja? Sering ada yang bertanya seperti itu, tapi, sekali lagi, jawabannya cuma satu. Passion. Bagi orang yang passionnya bukan menulis, pasti akan menganggap ini kegiatan membosankan. Setiap orang itu punya passion masing-masing, berbeda dan gak bisa dipaksakan. Jangan baru ada yang nulis buku kita ikut-ikutan padahal sebelumnya kita gak suka samasekali tulis-menulis. Apapun yang dipaksakan gak akan pernah berjalan dengan baik.

Berikutnya gue mau klarifikasi, kalau nerbitin buku itu perlu perjuangan. Gue menulis naskah pertama selama 1 bulan, yang jadi 92 halaman kertas A4. Tapi itu belum berakhir. Mungkin banyak yang mengira kalau mau jadi penulis, tinggal tulis, lalu buku sudah ada di Gramedia. ITU SALAH, BRO! Setelah naskah kita selesai, kita kirim ke penerbit mana yang rasanya sesuai dengan jenis naskah kita. Misalkan naskah komedi, kita kirim ke penerbit naskah komedi. Sekali lagi, ini gak gampang. Penerbit  biasanya menerima lebih dari ratusan naskah per bulan. Nah, sekarang kalian pikir-pikir deh tuh bagaimana caranya agar naskah kalian DITERIMA dari sekian banyak saingan naskah yang ada.

Memang sekarang ada jalan penerbit indie. Penerbit indie ini menerbitkan naskah kita tidak peduli bagus atau jelek. Tapi kita sendiri yang mengurus cover, layout dan semuanya. Setelah jadi buku gak akan ada di toko buku/toko buku online. Kitalah sendiri yang menjualnya. Gak kayak penerbit yang gue ceritain sebelumnya, dimana kalau naskah kita diterima, kita gak pusing mikirin cover, layout atau sebagainya. Dan buku kita juga dipasarkan ke toko buku.
                ADUH! GUE BELUM NANGKEP NIH?
                Oke kalau gitu gue jelasin pake cerita aja.

*Penerbit Mayor* Istilah bagi penerbit yang menyeleksi naskah sebelum diterbitkan. Penerbit yang gue jelasin pertama tadi. Yang bukunya akan dipasarkan ke toko buku di Indonesia.

Nang Kocong sudah selesai menulis naskah. Dia pun mengirim ke penerbit A. Lewat penyeleksian yang ketat naskahnya diterima, dan diterbitkan. Maka bukunya sekarang sudah ada di toko buku/toko buku online seluruh Indonesia.
                
*Penerbit Indie*
                
Men Kocong  telah selesai membuat naskah. Karena merasa naskahnya kurang bagus dan gak akan diterima oleh penerbit, maka dia pun mengirimnya ke penerbit Indie. Men Kocong memasarkan sendiri bukunya ke orang yang dia kenal.
               
Intinya kalau kita berani bersaing kirimlah naskah ke penerbit mayor. Tapi, kalo mau cepet dan asal terbit ke penerbit indie aja.

                
Ya, post ini gue buat tanpa ada maksud menggurui atau menyombongkan diri lho. Gue cuma mau curhat, dan mungkin menambah wawasan kalian tentang penerbitan. Meski gue merupakan orang baru di dunia penulisan. Dan buku pertama gue juga masih proses terbit. Tapi, gak ada salahnya berbagi, kan?
                
Di akhir kata gue mau ngucapin terima kasih yang udah mau baca. Dan doain juga buku pertama gue segera terbit dan MENYERBU TOKO-TOKO BUKU DI INDONESIA. Katanya, sekitar bulan September, sudah terbit. Doain ya!  N sekedar info kalau mau lihat covernya, buka profil facebook gue, covernya itu belum resmi jadi akan di-edit2 lagi gitu. Tapi, kalau Cuma mau lihat silakan. Covernya itu berlatar terowongan Istana Tampaksiring. isinya juga kebanyakan berlatar di Tampaksiring. Semoga aja dengan terbitnya buku ini Tampaksiring jadi makin terkenal. :)

                
Comments
0 Comments